Hukum  

Penegakan Hukum di Kejari Lubuklinggau Lemah, Kasus Hibah dan Proyek APBD Diduga “Disimpan di Laci”

LUBUKLINGGAU, PETISI RAKYAT NEW — Kinerja Kejaksaan Negeri (Kejari) Lubuklinggau kembali menjadi sorotan tajam. Sejumlah laporan masyarakat mengenai dugaan korupsi, penyimpangan dana hibah, serta proyek-proyek APBD-P tahun 2023–2024 hingga kini belum membuahkan hasil nyata.
Publik menilai penegakan hukum oleh Kejari Lubuklinggau ini lemah, lamban, dan tidak transparan.

Kritik tajam datang terkait pengelolaan dana hibah Pemkot Lubuklinggau yang dikucurkan untuk penyelenggaraan Pilkada 2024.
Berdasarkan data resmi Pemkot, total dana hibah yang diberikan mencapai Rp 25 miliar untuk KPU dan sekitar Rp 3 miliar untuk Bawaslu.
Namun, hingga saat ini laporan pertanggungjawaban (LPJ) penggunaan dana tersebut belum diumumkan secara terbuka kepada publik.

Bahkan, menurut catatan hasil pemeriksaan BPK Sumsel tahun 2024, sebagian dana hibah daerah di Sumatera Selatan belum sesuai ketentuan dan belum sepenuhnya dipertanggungjawabkan.
Meski demikian, Kejaksaan Lubuklinggau belum terlihat mengambil langkah hukum untuk mendalami dugaan penyimpangan dana publik tersebut.

“Publik berhak tahu ke mana aliran dana hibah itu digunakan. Jangan sampai Kejaksaan diam saja dan membuat masyarakat kehilangan kepercayaan,”

Selain dana hibah, beberapa proyek fisik APBD-P tahun 2023 dan 2024 juga disorot publik.
Proyek bernilai miliaran rupiah di sektor infrastruktur jalan, drainase, serta pengadaan barang di sejumlah OPD dilaporkan tidak sesuai spesifikasi dan mengalami mark up anggaran.

Laporan tersebut sudah disampaikan ke Kejari Lubuklinggau sejak awal tahun, namun hingga kini belum ada kejelasan penyelidikan.
Masyarakat menduga sebagian laporan tersebut tidak ditindaklanjuti atau sengaja ditunda.

“Kalau kasus masyarakat kecil cepat sekali diproses, tapi kalau menyentuh pejabat, seolah-olah tidak ada nyalinya,”

Kondisi ini menimbulkan kesan kuat bahwa penegakan hukum di Kejaksaan Lubuklinggau tidak independen dan kehilangan keberanian.
Kasus kecil berjalan cepat, namun laporan dugaan korupsi yang melibatkan pejabat atau pihak berpengaruh justru mandek tanpa alasan yang jelas.

“Kejaksaan seharusnya menjadi penjaga keadilan, bukan pelindung kekuasaan. Kalau diam terus, rakyat akan hilang kepercayaan,”

Meningkatnya ketidakpercayaan publik membuat aktivis mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) serta Kejaksaan Agung RI (Kejagung) untuk melakukan evaluasi total terhadap kinerja Kejari Lubuklinggau.

Langkah ini dinilai penting agar sistem penegakan hukum di daerah tidak terus tercemar praktik ketidakadilan dan kepentingan politik.

Masyarakat Lubuklinggau kini menunggu bukti nyata dari Kejaksaan.
Publik menegaskan bahwa penegakan hukum harus berani, adil, dan transparan, tanpa pandang bulu.

“Kalau Kejaksaan terus diam, keadilan di Lubuklinggau akan mati pelan-pelan,” ujar Mirwan. (Rls/Red)